PROKAL.CO, BALIKPAPAN - Polda Kaltim beberapa kali menangani kasus penyebaran berita bohong atau hoax. Namun, sejumlah kasus dilimpahkan ke Mabes Polri lantaran berkaitan dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Kabid Humas Polda Kaltim, Kombes Pol Ade Yaya Suryana mengatakan meski sejumlah kasusnya dilimpahkan ke Jakarta, namun ada juga beberapa kasus yang telah ditangani Polda Kaltim. “Kasus di Kaltim tentang penyebaran hoax ada, beberapa kasus ditindaklanjuti di Jakarta yang berkaitan dengan UU ITE,” tegas Ade.
Menurutnya, penyebaran hoax itu sesuai delik unsur yang ada di ketentuan hukum. “Terapinya kepada terapi unsur-unsur pasal itu, sejauh mana dia mendesain, memproduksi, menyebarkan berita hoax, hukumannya berbeda-beda,” ujarnya.
Sejumlah pasal yang dapat dikenakan terhadap pelaku penyebar hoax, yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, serta tindakan ketika ujaran kebencian telah menyebabkan terjadinya konflik sosial.
Sementara itu dasar hukum penanganan konten negatif telah tercantum dalam perubahan UU ITE. Pasal 40 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, pasal 40 ayat (2a) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Lalu pasal 40 ayat (2b) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, sampai Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 19 Tahun 2014 tentang Penanganan Situs Bermuatan Negatif.
Dalam kasus hoax itu ada dua hal. Pertama, berita bohong harus punya nilai subjek dan objek yang dirugikan. Kedua, melanggar pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Pasal 28 ayat 2 itu berbunyi, “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditunjukkan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)”. Sanksinya hukuman (pidana penjara) selama enam tahun dan/atau denda Rp 1 miliar.
Salah satu cara Polda Kaltim untuk melakukan pencegahan terjadinya penyebaran konten negatif maupun hoax di era keterbukaan informasi ini, dengan mengadakan diskusi publik dari Mabes Polri.
“Mereka keliling ke polda-polda. Dari kami juga memberikan supervisi dan asistensi ke polres-polres, kami lakukan dan berikan arahan kepada mereka,” tandas dia. (pri/yud/k1)