PROKAL.CO, BALIKPAPAN - Sebanyak tiga kelurahan mendeklarasikan kelurahan bebas dari perilaku buang air besar (BAB) sembarangan, Minggu (17/11). Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kota (DKK) Balikpapan, Balerina, ketiga kelurahan tersebut adalah Sumber Rejo Balikpapan Tengah, serta Gunung Samarinda dan Gunung Samarinda Baru, Balikpapan Utara.
“Prinsip program ini, pemerintah Indonesia sedang menggalakkan program sanitasi lingkungan sebagai fondasi untuk penyakit berbasis lingkungan,” kata Balerina, kemarin.
Adapun penyakit berbasis lingkungan itu, di antaranya, penyakit karena kurangnya air bersih, perilaku tidak biasa mencuci tangan dengan baik, dan tidak adanya jamban. “Program ini namanya sanitasi total berbasis masyarakat (STBM). Pendekatannya dengan menggerakkan masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat. Terutama untuk kesehatan lingkungannya STBM memiliki lima pilar,” ucapnya.
Lanjut Balerina, untuk mendukung program tersebut dibutuhkan lima pilar itu, yakni setop buang air besar sembarangan, cuci tangan menggunakan sabun, pengolahan makanan dan air minum bersih di rumah tangga, pemilahan sampah rumah tangga, dan terakhir pemilahan limbah cair rumah tangga.
“Di Balikpapan, sekarang kami fokus pada pilar pertama, yaitu mengupayakan masyarakat setop buang air besar sembarangan,” tegasnya.
Tidak hanya ketiga kelurahan tersebut, lanjutnya, seluruh kelurahan di Balikpapan dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) wali kota harus tuntas dan memiliki jamban.
“Kami mulai bertahap untuk Kota Balikpapan sudah ada enam kelurahan yang dideklarasikan, tiga lainnya Sungainangka, Sepinggan, dan Damai Baru yang lebih dulu sudah bebas buang air sembarangan,” akunya.
Untuk bisa sampai tahap deklarasi, setiap kelurahan harus melalui proses yang cukup panjang. Proses itu dimulai dari pendataan rumah ke rumah yang dilakukan puskesmas melalui program keluarga sehat.
Setelah dilakukan survei, DKK kemudian menemukan data rumah mana saja yang belum memiliki jamban atau septic tank. Setelah itu dilakukan pendataan dan proses pemicuan.
“Pemicuan ini teman-teman puskesmas juga bersama kelurahan mengumpulkan masyarakat. Dilakukan penyuluhan untuk menggerakkan masyarakat,” katanya.
Sedangkan pemicuan adalah bagaimana caranya agar masyarakat bisa melakukan perbaikan dan pengadaan jamban. Kemudian dilakukan intervensi pengadaan jamban yang diharapkan pengadaannya dari pemberdayaan masyarakat, bukan dari pemerintah.
“Jadi, lurah dan camat bisa mencari bantuan CSR atau bisa melakukan iuran, seperti arisan untuk jamban. Intinya, permasalahan ini ditangani dengan upaya pemberdayaan masyarakat,” terangnya.
Setelah proses pemasangan jamban dilakukan, lurah ataupun camat akan melakukan verifikasi. Selanjutnya masuk tahap deklarasi. “Deklarasi itulah yang seperti tadi dilaksanakan tiga kelurahan. Kami berharap ke depannya 34 kelurahan yang ada di Balikpapan bisa ikut mendeklarasikan bebas buang air besar sembarangan,” bebernya.
Dalam pelaksanaannya diakui DKK pasti ada beberapa kesulitan atau kendala secara teknis. Kendala itu, contohnya, yang terjadi di perumahan atas air. Untuk pembangunan jamban membutuhkan teknologi.
“Selain itu, juga rumah yang tinggal dekat sekali dengan parit dan tebing. Kalau seperti itu ‘kan sulit, maka kami harus membahas bersama lintas sektoral seperti Dinas Perumahan dan Permukiman (Disperkim), Dinas Lingkungan Hidup (DLH), bahkan Dinas Pekerjaan Umum (DPU) karena berhubungan dengan pekerjaan fisik, dan domainnya di luar kesehatan” urainya.
Di antara program bantuan dalam pengadaan jamban yang telah dilaksanakan, seperti bantuan dari program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku), juga ada dari Kodam VI/Mulawarman.
“Kami harapkan jika ada pihak swasta yang ingin memberi bantuan, mohon dikomunikasikan ke DKK supaya bisa mengarahkan tepat sasaran,” pungkasnya. (dan/vie/k1)