PROKAL.CO, DEBAT perdana capres-cawapres sudah berlangsung Kamis (17/1) malam lalu. Sayangnya debat dengan tema hukum, HAM, korupsi, dan terorisme ini mendapat kritik banyak pihak. Sejumlah aturan dianggap membuat debat tak berjalan maksimal, bahkan cenderung kaku.
Salah seorang warga Mataram Rudi Siswono yang mengatakan kedua pasangan capres-cawapres tidak luwes menjawab bahan pertanyaan. ”Mereka malah banyak yang melihat contekan, kalau tidak diberi kisi-kisi pasti berjalan mengalir,” ujarnya.
Ya, beberapa kali kedua belah pihak terlihat membaca teks yang dibawanya. Itu membuat pernyataan awal pembawa acara yang menegaskan soal masih disegel seolah sia-sia. ”Ngapain juga menekankan soal disegel, kan semua sudah tahu ada bocoran soal,” sindir Adi Putra, salah seornag warga Mataram.
Tidak masuk pada pokok masalah yang selama ini diributkan publik juga disayangkan. Misalnya terkait kasus penculikan saat pergolakan reformasi, atau penyerangan petugas KPK belakangan. Dua pasang seolah saling menjaga untuk bermain aman. ”Padahal kita berharap lebih menohok,” ujarnya.
Pengamat politik NTB Agus berpendapat format debat yang disusun KPU sangat tidak menarik. ”Terkesan seperti cerdas cermat,” cetusnya.
Mantan komisioner KPU NTB ini berharap empat debat selanjutnya dibuat terbuka saja. Agar terihat ada pertarungan yang jelas antar dua pasangan calon. KPU bisa mencontoh banyak pola debat pilpres dari negara lain yang lebih greget. Kemudian moderator ingatnya, hanya mengatur lalu lintas debat. ”Jangan terlalu banyak aturan,” ucapnya.
Untuk performa dua pasangan capres-cawapres, Agus menilai kedua paslon berusaha menjawab kritik publik pada dirinya masing-masing. Kritik publik terhadap Jokowi selama ini adalah tidak tegas, lemah gemulai dan sebagainya. Akhirnya Jokowi dalam debat perdana ingin menunjukkan dirinya bisa juga tegas. Tetapi akibatnya Jokowi terlihat emosional dan tegang sehingga justru tidak mampu membuat elaborasi secara maksimal.
Seharusnya menurut Agus, Jokowi sebagai petahana banyak bicara apa yang sudah dilakukan dengan menunjukkan data atau produk kebijakan. Tapi hanya satu yang dia bisa ditunjukkan yakni tentang perlindunga hak disabilitas melalui UU Difabel 2016. ”Yang lainnya hanya yang akan dia lakukan,” tandasnya.
Prabowo juga tidak jauh berbeda. Kritik publik pada prabowo adalah dia orang yang keras dan memiliki tempramen tinggi. Untuk menjawab kritik ini dalam debat, Prabowo ingin memperlihatkan dirinya bisa menahan emosi. ”Tapi akibatnya dia terlihat kaku,” analisanya.
Prabowo sebagai penantang juga tidak mampu menawarkan kebijakan-kebijakan yang paradigmatik dan fundamental. Dia disebut terlalu banyak bicara teknis yang sebetulnya sudah klasik.
Misalnya untuk mengatasi korupsi Prabowo menawarkan program menaikkan gaji birokrasi dan aparat penegak hukum. Padahal jawaban ini sudah disampaikan pada debat capres-cawapres 2014. ”Sebagai penantang harusnya Prabowo menawarkan sesuatu yang baru,” katanya.
Terpisah, juru bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Taufan Rahmadi mengatakan optimisme memenangkan pilpres semakin meningkat. ”Masyarakat tentu bisa menilai kualitas Prabowo-Sandiaga dalam menawarkan gagasan hingga menjawab persoalan yang ada,” katanya.
Namun BPN juga mengkritik metode debat perdana. Karena debat perdana tersebut justru menimbulkan kesan kaku dan terpaku. ”Kedepan alangkah lebih baik jika dibuat mencair,” pungkasnya. (puj/r4/jpg/rus)