PENAJAM - Tupang tindih izin pemanfaatan lahan kembali terjadi di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU). Yakni antara PT Agra Bareksa Indonesia dengan PT Ena Sarana Energi. Perusahaan pabrik kertas dan tambang batu bara ini, masing-masing mengantongi perizinan di atas lahan yang sama di Kawasan Industri Buluminung (KIB), Kelurahan Buluminung, Kecamatan Penajam.
Tumpang tindih izin lahan seluas 200 hektare tersebut karena Pemkab PPU kurang teliti dalam mengeluarkan izin. Padahal pada 2013 lalu, Pemkab PPU memberikan izin kepada perusahaan tambang batu bara, yakni PT Ena Sarana Energi. Namun, belakangan muncul lagi izin hak guna bangunan (HGB) untuk pembangunan pabrik kertas, yakni PT Agra Bareksa Indonesia. Perusahaan pabrik kertas ini mendapat izin lokasi seluas 500 hektare. Namun 200 hektare diantaranya tumpang tindih dengan izin lokasi yang dipegang oleh PT Ena Saran Energi.
Investasi pabrik kertas mulai berjalan pada Maret 2017. PT Agra Bareksa Indonesia memulai tahapan pembangunan tersebut diawali dengan pembangkit listrik tenaga biomas dan wood chip mill dengan nilai investasi sebesar Rp 1 triliun dan ditarget rampung tahun depan. Titik pembangunan pabrik kertas itu bahkan masuk dalam area sengketa lahan tersebut.
Terjadinya tumpang tindih izin lahan tersebut bakal menghambat pembangunan pabrik kertas, bahkan akan berpengarus terhadap investor yang hendak masuk di PPU. Menanggapi sengketa lahan tersebut Pemkab PPU enggan disalahkan. “Saya tidak mengatakan pemerintah salah,” sangkal Sekkab PPU Tohar ada media ini, Minggu (28/5) kemarin.
Ia menyatakan, kepala daerah memiliki kewenangan untuk mengatur atau menerbitkan perizinan tersebut. “Pimpinan daerah punya kewenangan untuk mengatur. Memprioritaskan siapa (PT Ena Sarana Energi atau PT Agra Bareksa Indonesia) dan diperuntukkan kepada siapa,” ujar Tohar.
Namun Tohar sendiri mengakui kedua belah pihak memiliki izin di lahan yang sama. Sehingga pemerintah daerah akan memecahkan masalah tersebut agar kedua perusahaan tersebut tidak dirugikan. Mengingat perusahaan ini memiliki usaha yang berbeda, yakni tambang batu bara dan pabrik kertas. “Masalah ini harus dicarikan solusinya. Kalau memang lahan konsesi tambang milik PT Ena Sarana Energi itu memiliki kandungan batu bara, bisa didahulukan. Setelah batu bara di perut bumi itu habis, selesai juga kan. Setelah itu, lahan tersebut kelolah oleh PT Agra Bareksa Indonesia,” tandasnya. (kad/ono)