BALIKPAPAN-Saat ini, anak di bawah umur mengemudikan motor dan mobil sepertinya sudah hal biasa di Kota Minyak. Demikian dikatakan DL, salah seorang sekuriti sekolah di kawasan Balikpapan Utara.
“Masih banyak siswa yang bawa motor ke sekolah, Mas. Tapi, kami larang parkir di sekolah, karena memang dilarang,” katanya, kemarin.
Menurutnya, para siswa yang membawa motor kerap memarkir kendaraannya di rumah warga dekat sekolah. “Banyak yang parkir di lahan milik warga, informasinya siswa ini bayar parkir juga,” akunya.
Setiap harinya, ada sekira 30 motor yang dititipkan, dengan tarif Rp 2.000 sekali parkir. “Biasanya dititipin itu waktu pagi hari, terus baru diambil jam setengah tiga. Soalnya kalau di sana (sekolah) nggak boleh sama gurunya. Nggak ada SIM, KTP, sama STNK kadang-kadang. Di sini mereka bayar. Walaupun nggak ada itu, semua ya udah saya jagain,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Balikpapan, Muhaimin mengaku dilema untuk melarang secara mutlak membawa kendaraan ke sekolah. “Sebetulnya sudah jelas aturannya, anak yang belum cukup umur tidak boleh membawa kendaraan. Tapi, karena situasi dan kondisi, kami (Disdikbud) dilema dan sulit untuk terapkan,” ujar Muhaimin, kemarin (24/3).
Padahal, kata Muhaimin, pihaknya selalu menyampaikan larangan itu melalui pihak sekolah. Bahkan, juga melibatkan jajaran Satlantas Polres maupun Ditlantas Polda Kaltim, setiap menjadi pembina upacara di sekolah-sekolah.
“Tidak henti-hentinya sudah kami sampaikan ke sekolah-sekolah. Bahkan, setiap minggu ada secara bergiliran dari Satlantas Polresta atau Ditlantas Polda Kaltim,” akunya.
Meski demikian, Muhaimin mengaku meski dilarang, hal itu sulit diimplementasikan secara mutlak terhadap siswa yang tinggal jauh ke sekolah. “Kita ketahui situasi dan kondisi sekolah ini masuk pagi. Kita harapkan sebetulnya orangtua lah yang mengantar ke sekolah. Artinya secara imbauan, secara administrasi, kemudian dari aparat penegak hukum yang menangani masalah SIM dan kendaraan juga sudah disampaikan,” akunya.
Larangan itu sulit diterapkan karena terkendala situasi dan kondisi. “Ada sekolah itu jaraknya jauh dengan siswa. Kemudian juga tidak semua lokasi sekolah ada jalur transportasi umum. Jadi, kadang-kadang ada orangtua yang melepaskan anaknya membawa kendaraan sendiri, walau sudah ada imbauan dari kami,” terangnya.
Solusinya, selain kesadaran orangtua utnuk meluangkan waktu untuk mengantar atau menggunakan jasa antar anak sekolah, dia juga berharap ada penambahan transportasi umum ke sekolah-sekolah. Tujuannya guna meminimalisasi siswa untuk tidak membawa kendaraan ke sekolah.
“Bus sekolah kita masih terbatas, hanya sekali jalan selesai. Apalagi, kapasitas hanya 20 hingga 25 orang saja, sementara jumlah siswa sangat besar. Untuk SMP saja sekira 20 ribu siswa,” tutupnya. (dan/vie/k1)