Kekerasan Seksual pada Perempuan dan Anak Makin Marak

- Jumat, 17 Mei 2019 | 10:36 WIB

BALIKPAPAN-Meningkatnya kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak mendapat perhatian serius dari DPRD Balikpapan. Pada Kamis (16/5) di ruang rapat paripurna DPRD Balikpapan, digelar forum group discussion (FGD) yang membahas kajian tentang Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Ketahanan Keluarga sebagai Upaya Pencegahan Perilaku Pelecehan Seksual. FGD ini bekerja sama dengan Universitas Brawijaya (UB) Malang, Jawa Timur.

Menurut Ketua Komisi IV DPRD Balikpapan Mieke Henny, pembahasan raperda ini penting, mengingat maraknya kekerasan fisik dan seksual terhadap anak dan perempuan. Hal ini akibat lemahnya ketahanan dan pola asuh keluarga.

“Dengan adanya regulasi ini diharapkan bisa melindungi anak dan perempuan dari kekerasan seksual. Ini sekaligus menjadi upaya jangan sampai pelecehan seksual meningkat terus. Apalagi banyak celah atau peluang, mengingat infrastruktur di Balikpapan sangat memadai,” kata politikus Partai Demokrat ini.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kota Balikpapan, Sri Wahjuningsih mengatakan, kasus kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan terus meningkat (lihat boks).

“Untuk memangkas zero kekerasan seksual, saya rasa tidak mungkin. Tapi bisa meminimalisasi,” kata perempuan yang akrab disapa Yuyun ini.

Menurut Yuyun, media sosial (medsos) memiliki peran yang cukup signifikan. Meskipun anak banyak menghabiskan waktu di kamar, tetapi mereka bisa terpapar kejahatan seksual melalui smartphone. “Banyak keluarga yang acuh pada anaknya sehingga anak terpapar kekerasan seksual. Makanya kami ingin ketahanan keluarga harus kuat,” terangnya. 

Sebenarnya dalam undang-undang sudah diatur soal upaya perlindungan anak oleh orangtua. Namun, rupanya juga tidak ada aturan mengenai sanksi yang dikenakan terhadap orangtua yang lalai. Oleh karena itu, raperda ini akan mengatur sanksi bagi orangtua yang lalai.

“Pemerintah pusat di sini berperan untuk membatasi konten yang tidak baik untuk dipaparkan kepada anak melalui smartphone. Karena dari Kementerian Kominfo juga menyampaikan, jika hari ini (kemarin) dilakukan pemblokiran 1.000 situs, maka dalam waktu yang sama muncul lebih dari 1.000 situs baru,” jelasnya.

Ini berarti pemerintah pusat juga cukup kesulitan untuk mengatasi atau mencegah kekerasan terhadap anak apabila tidak dimulai dari sang orangtua. Terutama dalam pengasuhan, karena yang memberikan smartphone kepada anak adalah orangtua.

“Orangtua harus ada kewajiban melaksanakan pengawasan. Jika mereka memberikan smartphone pada anak, tentu harus mendampingi juga penggunaannya. Belum lagi pendidikan orangtua juga yang mengajarkan, bagaimana anak supaya menyayangi tubuhnya sendiri,” pungkasnya. (cha/vie/k1)

Editor: adminbp-Admin Balpos

Rekomendasi

Terkini

HIMASJA Soroti Dugaan Pungli PTSL di Samboja

Rabu, 24 April 2024 | 09:37 WIB

Stadion Batakan Segera Dilengkapi Lapangan Latihan

Selasa, 23 April 2024 | 13:22 WIB

BPKAD Proses Hibah Lahan Perum Bumi Sempaja

Selasa, 23 April 2024 | 10:00 WIB

SIC Bersedia Biayai Waterfront City

Selasa, 23 April 2024 | 08:30 WIB

Lima SPBU di Kutai Barat Wajibkan QR Barcode

Senin, 22 April 2024 | 20:00 WIB
X