Mewujudkan Balikpapan Bebas Banjir

- Kamis, 13 Juni 2019 | 10:39 WIB

PENCEMARAN lingkungan bukanlah hal yang tabu di kalangan masyarakat, pencemaran lingkungan merupakan perubahan dari komposisi air, tanah ataupun udara karena adanya kegiatan manusia dan proses alam.  Sehingga dapat mengakibatkan kualitas pada air, tanah ataupun udara menjadi menurun. Pencemaran lingkungan sering terjadi di berbagai wilayah di Indonesia salah satunya di Kota Balikpapan, yang mana Balikpapan berada di pulau Kalimantan yaitu persisnya di Provinsi Kalimantan Timur.

Balikpapan terletak di antara 1,0º LS – 1,5º LS dan 116,5º BT – 117,5º BT dengan luas 50.330,57 ha atau 503,33 km2, tepat di daerah garis khatulistiwa sehingga memiliki cuaca yang tidak mengenal kemarau. Balikpapan merupakan kota yang memiliki maskot beruang madu yang resmi berdiri pada 10 Februari 1897 dengan motto  Bersih, Indah, Aman, dan Nyaman (Beriman). Pada tahun 2015 Balikpapan dinobatkan sebagai Kota Paling Dicintai di Dunia (The World’s Most Loveable City), dan juga tampil sebagai kota paling nyaman dan layak huni di Indonesia berdasarkan survei Indonesian Most Livable City Index versi Ikatan Ahli Perencana Indonesia (IAP). Balikpapan setiap tahunnya meraih Adipura, yang merupakan penghargaan diberikan kepada kota-kota yang ada di Indonesia yang berhasil dalam pengelolaan lingkungan perkotaan.

Kota Balikpapan memiliki 636.012 penduduk dan kepadatan penduduk setiap tahunnya semakin meningkat sekitar 70,31%, hal ini disebabkan oleh banyaknya pendatang yang berpindah ke Kota Balikpapan. Pendatang mulai tertarik untuk datang ke Kota Balikpapan karena para pendatang merasa Kota Balikpapan sangat nyaman untuk dihuni sehingga dengan semakin padatnya penduduk di Balikpapan maka akan semakin banyaknya permasalahan lingkungan di Balikpapan karena mulai banyaknya kegiatan dari masyarakat. Salah satu permasalahan lingkungan Balikpapan yang dari tahun 2016 hingga 2018 yang belum terselesaikan juga yaitu banjir.

Banjir merupakan fenomena alam yang sulit untuk diatasi namun dapat dicegah. Sejak 2016 hingga 2018, jika hujan deras maka di saat itulah terjadinya banjir dan keadaan inilah yang sering dikeluhkan oleh warga Kota Balikpapan. Namun keadaan banjir di Kota Balikpapan ini hanya terjadi dalam hitungan jam saja. Secara topografis menurut Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (DIKPLHD) Kota Balikpapan, Balikpapan memiliki 85% daerah perbukitan dan 15% daerah datar. Dari 85% daerah perbukitan yang ada maka terdapat daerah lembah yang ada di Kota Balikpapan sehingga memicu banyaknya wilayah yang terkena banjir. Kondisi tanah yang ada di Kota Balikpapan ini sangatlah rentan terhadap erosi karena sebagian besar tanahnya merupakan podsolik merah-kuning, oleh karena itu jika tidak dikelola dan dikendalikan dengan baik maka akan mengakibatkan sedimentasi yang tinggi. Curah hujan di Kota Balikpapan dari tahun 2016 dan tahun 2017 mengalami peningkatan sekitar 18,78%, lalu kemudian pada tahun 2018 mengalami penurunan sekitar 8,89% dengan ketinggian banjir sekitar 20 cm hingga 40 cm. Cuaca yang ekstrem seperti ini membuat hujan dapat disertai dengan angin kencang. Maka dengan ini dapat dilihat bahwa dengan curah hujan yang tinggi dan banyaknya daerah lembah akan sangat memicu terjadinya banjir di daerah tertentu salah satunya di daerah Balikpapan Utara dengan area yang terendam sebesar 43,16 Ha.

Penyebab lain dari adanya banjir karena masih banyak warga Kota Balikpapan yang tidak peka akan lingkungan sekitarnya, di mana masih ada oknum warga membuang sampah sembarang misalnya membuang sampah ke sungai ataupun ke selokan. Kapasitas drainase yang ada di Kota Balikpapan ini mulai berkurang karena sedimentasi yang semakin meningkat, masih ada warga yang bermukim di pinggiran sungai, banyaknya sampah yang membuat aliran air yang ada jadi tidak berjalan dengan lancar. Selain itu pengupasan lahan yang tidak terkendali sehingga semakin banyak hutan yang gundul dan masih banyak orang yang melakukan penebangan hutan tanpa izin. Dari pengupasan lahan ini juga banyak orang yang melakukan dengan izin terlebih dahulu namun orang yang bersangkutan tersebut tidak membuat bozem sementara hingga bozem permanen telah jadi, karena dengan adanya bozem sementara itulah yang dapat menampung air-air hujan.

Dampak dari permasalahan banjir ini tidak menyebabkan adanya korban jiwa, namun dapat memberi dampak pada kesehatan masyarakat (diare, gatal-gatal dan DBD), menurunan estetika lingkungan Kota Balikpapan, melumpuhkan sarana transportasi (salah satunya di jalan MT Haryono dan BDS),  menghambat aktivitas masyarakat, mencemari lingkungan yang ada (sampah akan tergenang), dan menyebabkan erosi serta tanah longsor.

Banjir juga memberikan kerugian yang diperkiraan pada tahun 2018 mencapai Rp 465.000.000,- , namun dari tahun 2016 hingga 2018 kerugian yang di akibatkan oleh terjadinya banjir ini mengalami penurunan dan kerugian paling besar berada di tahun 2016 yaitu Rp 1.304.150.000,-.

Seiring berjalannya waktu keadaan ini akan semakin tidak nyaman jika tidak di atasi bersama-sama. Masyarakat Kota Balikpapan berharap agar kota yang mereka cintai ini semakin  nyaman untuk di huni dengan terbebasnya Balikpapan dari permasalahan lingkungan yang ada yaitu banjir. Menurut 66,7% warga Kota Balikpapan, pemerintah telah mengatasi dalam pengurangan penyebab terjadinya banjir di kota ini dengan baik salah satunya dengan adanya pelebaran drainase. Namun dengan pelebaran drainase sendiri kurang efektif jika tidak ada penambahan bozem tetap karena jika hanya ada drainase saja dengan keadaan air di alirkan langsung kelaut maka pada saat air laut sedang pasang, air yang berada di drainase akan tertahan dan apabila hujan deras  akan terjadi dalam hitungan hari maka air yang ada dalam drainase akan meluap. Oleh karena itu perlu adanya penambahan pembuatan bozem tetap dalam mengurangi terjadinya banjir di kota Balikpapan.

Masyarakat juga perlu ikut serta dalam membantu pemerintah untuk mengurangi terjadinya banjir dengan cara saling peduli terhadap lingkungan sekitarnya, taati peraturan pemerintah yang telah ditetapkan, dan tidak membuang sampah sembarangan terutama di daerah drainase. Selain itu masyarakat juga dapat membantu pemerintah dengan membuat lubang biopori di halaman yang kosong atau daerah perkarangan rumah, ini merupakan salah satu upaya pencegahan terjadinya banjir. (**/adv)

 

Editor: adminbp-Admin Balpos

Rekomendasi

Terkini

PLN dan PWI Kalteng Gelar Donor Darah

Kamis, 29 Februari 2024 | 10:23 WIB
X