Hermansya Ernan, warga Jalan Handil Tarun RT 23, Kelurahan Teritip, Balikpapan Timur rela berhenti dari pekerjaannya. Itu dilakukannya demi merawat sang kakek, Muhran (93) dan nenek, Asmi (89). Kedua lansia itu lumpuh.
SYAMSIR AWAL /BALIKPAPAN POS
KAKEK dan nenek Hermansya Ernan hanya bisa terbaring di atas kasur tipis. Keduanya mengalami kelumpuhan. Sang kakek lumpuh selama enam tahun, sedangkan neneknya sekira setahun lalu.
Setiap hari sang cucu, Ernan -begitu Hermansya Ernan kerap disapa-setia menjaga keduanya. Tak hanya menjaga, Ernan juga berbagi tugas dengan sang ibu, Nursumah dalam memenuhi kebutuhan keluarga.
“Ibu nanggung kebutuhan pokok (makan, Red), saya yang lainnya,” kata Ernan saat ditemui beberapa hari lalu.
Pemuda lajang ini lahir di Balikpapan 31 tahun lalu, tepatnya 13 November 1987. Dia merupakan tamatan Madrasah Aliyah Al-Banjari, Martapura, Kalimantan Selatan tahun 2006.
“Setelah lulus, saya tidak melanjutkan. Saya tahfiz dan belajar ilmu tasawuf,” terangnya.
Hal itu terus digelutinya. Hingga pada tahun 2007, dirinya memutuskan kembali ke kota kelahirannya. Ernan ingin mengadu nasib, merasakan kerasnya dunia kerja. Tak butuh waktu lama, dia pun mendapat pekerjaan. Dari sales produk peralatan dapur, kemudian bekerja di galangan kapal Samarinda, hingga akhirnya menjadi guru honorer.
Akhirnya, Ernan diterima menjadi guru honorer pada tahun 2008. Berkat keahliannya di bidang kesenian, dia pun ditunjuk menjadi guru seni budaya dan kerajinan (SBK). Dia memulai profesi barunya di salah satu madrasah ibtidaiyah di Kelurahan Teritip, Balikpapan Timur.
“Gaji saya saat itu, hanya Rp 120 ribu per bulan,” terangnya.
Setelah 1,5 bertahan dengan gaji yang jauh dari kata mencukupi, Ernan memutuskan berhenti. Dia kemudian pindah ke salah satu sekolah dasar negeri di Kecamatan Balikpapan Selatan. Gaji yang didapat lumayan, mengingat dia hanya mengajar sekali dalam sepekan.
Rupanya, selain mengajar, Ernan memiliki pekerjaan sampingan. Dia dan band-nya mengisi live music di salah satu pub di wilayah Balikpapan Kota. Sistemnya kontrak, selama setahun. Gaji yang didapat setiap bulan lebih dari cukup, Rp 2,1 juta.
“Namun tidak mendapat restu dari kakek. Tahu sendiri ‘kan bagaimana image kerja di tempat seperti itu,” ujarnya.
Setelah masa kontrak berakhir, dia pun memutuskan berhenti. Dia sangat paham seberapa besar godaan bekerja di sana. Sekuat apa pun, sang kakek tetap khawatir dia akan goyah. Ernan tak ingin menjadi cucu yang pembangkang. Apalagi begitu banyak pengorbanan yang telah diberikan kakek dan neneknya. Karena merekalah yang merawat Ernan sejak umur tujuh bulan. Sejak sang ayah dipanggil Sang Maha Kuasa.