Dewan Soroti Kinerja BP2DRD

- Jumat, 26 Juli 2019 | 10:56 WIB

BALIKPAPAN-Piutang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang mencapai Rp 238 miliar mendapat sorotan dari DPRD Balikpapan. Mayoritas piutang berasal dari pengembang perumahan. Menurut Wakil Ketua DPRD Balikpapan, Thohari Aziz, dirinya telah mempertanyakan kepada Badan Pengelolaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (BP2DRD) mengapa piutangnya sangat besar.

"Kalau sampai kami cek dan benar jumlah piutang segitu besarnya, ini masalah. Sudah tidak benar. Harus dievaluasi kinerja (BP2DRD), karena sekarang kan sudah ada sistem e-Kinerja," kata Thohari Aziz, Kamis siang (25/7).

Dirinya sangat menyayangkan karena jika piutang mencapai Rp 238 miliar itu dilunasi, maka bisa menunjang pembangunan dan mengatasi permasalahan seperti banjir yang dihadapi Kota Balikpapan.

"Saya juga dengar ada piutang pajak sekitar Rp 5 miliar yang diputihkan. Akan kami tanyakan, apa alasannya diputihkan, karena kami juga harus tahu," tegasnya.

Bahkan ia mengaku terkejut ketika mengetahui adanya piutang PBB setelah menerima buku Kebijakan Umum Anggaran - Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA - PPAS).

"Akan kami tanyakan, pasti kami tanyakan," tandasnya. 

Sebelumnya disebutkan piutang PBB yang tercatat di BP2DRD per Desember 2018  mencapai Rp 238 miliar. Jumlah ini merupakan akumulasi piutang PBB dari tahun 2003. 

Plt BP2DRD Haemusri Umar mengatakan, piutang ini seharusnya bisa dihapuskan per lima tahun. Namun begitu sebelum dihapus kan perlu dilakukan validasi.

"Dari data sementara ini yang sudah dihapuskan sebesar Rp 5,56 miliar, dari total yang diajukan Rp 238 miliar. Untuk nilai yang sudah dihapus kan ini telah melalui proses verifikasi," ungkapnya.

Verifikasi dan validasi yang dilakukan tersebut berdasarkan pada SPT tahun 2003 sampai 2009. untuk penghapusan ini selanjutnya tinggal menunggu SK dari tim verifikasi berdasarkan keputusan wali kota.

Dirinya menjelaskan, piutang terhadap wajib pajak yang hampir mencapai 70 persen ini dikelola oleh perusahaan properti yang SPT-nya masih menggunakan nama sebelumnya (SPT induk).

"Oleh karena itu, kami harapkan bagi para pengembang yang memiliki piutang untuk melunasi semua sertifikat yang telah dijual belikan kepada konsumen. Sehingga kemudian bisa dipecahkan berdasarkan nama konsumen," katanya.

Biasanya bangunan tersebut sudah dijual kepada konsumen lain, sementara SPT-nya masih menggunakan SPT lama. "Maksudnya belum di-update kepada pemilik baru. sebenarnya ini tidak berpengaruh pada pendapatan kota karena kan diluar target," jelasnya.

Lebih lanjut ia menjelaskan, sejak tahun 2018 perusahaan atau pengembang tak lagi dapat membuat SPT baru, sementara induknya tidak ada. Jika ingin membuat SPT baru, maka hutang dari SPT induknya yang harus diselesaikan dahulu. (cha/vie)

Editor: adminbp-Admin Balpos

Rekomendasi

Terkini

Penerimaan Polri Ada Jalur Kompetensi

Jumat, 19 April 2024 | 14:00 WIB

Warga Balikpapan Diimbau Waspada DBD

Jumat, 19 April 2024 | 13:30 WIB

Kubar Mulai Terapkan QR Code pada Pembelian BBM

Jumat, 19 April 2024 | 13:00 WIB

Jatah Perbaikan Jalan Belum Jelas

Jumat, 19 April 2024 | 12:30 WIB

Manajemen Mal Dianggap Abaikan Keselamatan

Jumat, 19 April 2024 | 08:25 WIB

Korban Diseruduk Mobil Meninggal Dunia

Jumat, 19 April 2024 | 08:24 WIB

Mulai Sesak..!! 60 Ribu Pendatang Serbu Balikpapan

Jumat, 19 April 2024 | 08:19 WIB
X