MEMANGNYA KENAPA..?? Waspada Kalau Mau Beli Lahan di Sepaku

- Rabu, 11 September 2019 | 10:18 WIB

PENAJAM -  Sejak ditetapkan sebagai ibu kota negara (IKN) pengganti DKI Jakarta, spekulan tanah di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) mulai marak. Bahkan, harga tanah melambung tinggi dari harga Rp 200 juta hingga Rp 300 juta per hektare naik menjadi Rp 1 miliar lebih. Bahkan transaksi jual beli tanah diisukan mulai terjadi.

Camat Sepaku Risman Abdul mengatakan, lonjakan harga dan jual beli tanah di Sepaku hanya sebatas isu. Karena, sejauh ini pihak kecamatan belum menerima tembusan surat jual beli tanah dari kelurahan/desa.  Karena setiap transaksi jual beli tanah wajib di laporkan ke kelurahan/desa dan kecamatan. Karena penjual dan pembeli memiliki beberapa kewajiban yang harus dipenuhi.

Untuk penjual memiliki kewajiban membayar pajak penghasilan (PPh) dan pembeli berkewajiban membayar bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB).

“Mulai Presiden Jokowi mengumumkan penetapan ibu kota baru. Sampai hari ini, belum ada mengajukan surat jual beli tanah yang sampai ke camat. Jadi, saya kira harga tanah meroket dari Rp 1 miliar sampai Rp 1,5 miliar per hektare, itu hanya sebatas isu. Karena sampai saat ini, kita belum menerima laporan transaksi jual beli tanah,” kata Risman Abdul pada Balikpapan Pos.

 Risman Abdul mengungkapkan, jual beli tanah ada beberapa ketentuan yang harus diperhatikan. Yakni, status tanah dan surat-suratnya. “Penjual harus menunjukkan surat kepemilikan tanah, lokasi dan pertuntukan lahan,” ujarnya.

Para calon pembeli tanah juga harus berhati-hati. Menurut Risman Abdul, lahan yang dikuasai warga dengan status hak garap cukup banyak. Surat keterangan hak garap yang dikeluarkan lurah/kepala desa tersebut, warga yang bersangkutan hanya memiliki hak garap. Tapi, bukan hak milik. Artinya, status lahan tersebut merupakan lahan milik negara yang digarap oleh warga untuk ladang pertanian dan perkebunan.

“Lahan garap di Sepaku, banyak. Itu tanah negara diberikan surat keterangan hak garap oleh lurah/kepala desa. Itu hanya status hak garap, bukan hak milik. Jadi, lahan berstatus hak garap tidak boleh dijual, karena masih status tanah negara. Jadi, kalau ada yang membeli tanah di Sepaku juga harus hati-hati. Jangan sampai lahan yang dibeli berstatus tanah negara. Bisa kehilangan uang (rugi) kalau belu tanah negara,” imbuhnya.

Pihak kecamatan juga telah mewanti-wanti lurah/kepala desa di Kecamatan Sepaku agar tidak mudah mengeluarkan surat keterangan kepemilikan tanah atau segel. Hal tersebut untuk mencegah terjadinya pencaplokan tanah negara.

“Kami sudah mengimbau lurah dan kepala desa, tidak menerbitkan surat keterangan hak tanah, terutama tanah negara. Kalau ada warga yang mengajukan penerbitan surat keterangan hak tanah, harus dilihat betul tanah itu. Apakah tanah milik individu atau masih peta tanah negara. Tanam tumbuh di dalamnya juga harus dipastikan,” tandasnya. (kad/rus)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

HIMASJA Soroti Dugaan Pungli PTSL di Samboja

Rabu, 24 April 2024 | 09:37 WIB

Stadion Batakan Segera Dilengkapi Lapangan Latihan

Selasa, 23 April 2024 | 13:22 WIB

BPKAD Proses Hibah Lahan Perum Bumi Sempaja

Selasa, 23 April 2024 | 10:00 WIB

SIC Bersedia Biayai Waterfront City

Selasa, 23 April 2024 | 08:30 WIB

Lima SPBU di Kutai Barat Wajibkan QR Barcode

Senin, 22 April 2024 | 20:00 WIB
X