Barak dan Nelayan Balikpapan Tolak Omnibus Law

- Kamis, 5 November 2020 | 10:54 WIB

BALIKPAPAN – Balikpapan Bergerak (Barak) kembali melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor DPRD Kota Balikpapan, Rabu (4/11) siang menjelang sore. Aksi tersebut sebagai bentuk protes akibat Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law secara resmi telah menjadi Undang-Undang No.11/2020. Setelah ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo beberapa hari lalu. “Kami kembali lagi turun ke jalan dengan aspirasi yang sama. Yakni, tegas menolak dan mencabut Undang-Undang Cipta Kerja,” kata humas aksi Afriandi.

Massa aksi sangat menyayangkan sikap dari Presiden telah menandatangani Undang-Undang Cipta Kerja, yang masih banyak dilakukan revisi. Hal ini menandakan jika Undang-undang tersebut tidak sempurna dan tidak berpihak ke rakyat.

“Ini menjadi kekeliruan atau kerancuan bahwasannya setelah disahkan itu Undang-Undang tidak boleh lagi ada revisi maupun pergantian. Walaupun hanya sekadar titik dan koma,” ujarnya. Afriandi menyebut jika ada beberapa pasal yang sangat merugikan masyarakat dalam Undang-Undang tersebut. Khususnya terhadap para pekerja, nelayan dan lainnya.

“Sikap kami jelas tetap menolak Undang-Undang Cipta Kerja ini. Karena jelas dari sektor lingkungan, pekerja, buruh, nelayan dan sebagainya sangat berdampak. Undang-Undang ini hanya menguntungkan sebelah pihak, yakni para investor,” ungkapnya.

Dalam aksi unjuk rasa ini, Persaudaraan Nelayan Tradisional Balikpapan juga ikut dalam barisan. Sikapnya sama, tegas menolak Omnibus Law. Mereka menilai jika dalam Undang-Undang tersebut terdapat beberapa pasal yang merugikan para nelayan tradisional.

“Keikutsertaan kami karena ada beberapa pasal dalam Undang-Undang yang berdampak ke nelayan. Makanya hari ini kami ikut turun ke jalan, dan tidak ada paksaan, kami datang sendiri,” tutur Ketua Persaudaraan Nelayan Tradisional Balikpapan, Sakiran (43).

Ada pun poin-poin yang dirasa memberatkan para nelayan tradisional, seperti terbatasnya ruang tangkap. Juga Kapal asing akan bebas masuk ke Indonesia, serta perizinan kapal akan dilakukan oleh Pemerintah Pusat.

“Kemungkinan besar nanti bebasnya kapal-kapal besar untuk masuk di wilayah Indonesia. Kita disuruh bersaing dengan kapal asing itu. Kita hanya punya kapal tradisional dan bersaing dengan kapal yang sudah canggih,” sebutnya.

Juga soal perizinan serta surat-surat. Menurut Sakiran, selama ini kapal tradisional atau nelayan tradisional tidak perlu mengurus izin serta dibebaskan untuk areal tangkapannya.

“Jadi, yang tadinya enggak perlu karena kita ini cuma nelayan tradisoanal, tapi setelah Undang-Undang ini disahkan besar kecilnya kapal itu sama. Harus izin semua. Mengurusnya juga kan harus langsung ke pusat, tidak ada di daerah. Pemerintah daerah tidak ada wewenang,” ucapnya. (Fredy Janu/Kpfm)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Camat Samboja Barat Tepis Isu Dugaan Pungli PTSL

Kamis, 25 April 2024 | 18:44 WIB

Sembilan Ribu Anak di PPU Diberi Seragam Gratis

Kamis, 25 April 2024 | 18:00 WIB

Pemkot Balikpapan Didesak Fasilitasi Pom Mini

Kamis, 25 April 2024 | 10:00 WIB

HIMASJA Soroti Dugaan Pungli PTSL di Samboja

Rabu, 24 April 2024 | 09:37 WIB
X