Janda dan duda di Kota Balikpapan pada tahun 2021 ini tampaknya semakin banyak. Menyusul angka kasus perceraian yang ternyata cukup tinggi. Berdasarkan catatan kantor Pengadilan Agama Balikpapan, hingga April 2021 ini ada sebanyak 717 perkara gugatan perceraian yang masuk di lembaga tersebut.
Jika dibandingkan tahun sebelumnya dalam posisi bulan yang sama sekitar 600 perkara. Artinya ada peningkatan kurang lebih 100 perkara. Dalih atas gugatan terbilang cukup beragam. Namun yang paling mendominasi adalah alasan ekonomi yang terdampak akibat pandemi Covid-19.
Hal itu disampaikan Humas Pengadilan Agama Kota Balikpapan Abdul Manaf saat ditemui di kantornya, Kamis (15/4). Dikatakan, dampak ekonomi menyebabkan keadaan rumah tangga sedikit terganggu. Yang pada ujungnya mereka melakukan perceraian di Pengadilan Agama. “Kesimpulannya dengan adanya pandemi ini semakin memperburuk, meningkatkan banyaknya orang yang bercerai,” kata Abdul Manaf.
Ia menambahkan, ada dua jenis perkara perceraian yang biasa ditangani oleh Pengadilan Agama. Yakni cerai gugat, dalam kasus ini istri yang mengajukan ke Pengadilan Agama untuk bercerai dengan suaminya.
Kemudian cerai talak, yakni suami yang mengajukan ke Pengadilan Agama untuk bercerai dengan istrinya. “Dari dua perkara itu, terbesar adalah cerai gugat. Lebih kurang tujuh banding tiga. Untuk usia yang paling besar itu antara 20-35 tahun,” ujarnya.
Selain dampak ekonomi, sejumlah pasangan yang mengajukan permohonan perceraian diduga karena adanya gangguan pihak ketiga dalam bahtera rumah tangga yang mereka bangun. “Pihak ketiga ini terbagi dua. Misalnya ada dari salah satu pihak yang mempunyai pasangan lain. Bisa juga pihak ketiga ini gangguan dari rumah tangga itu sendiri, bisa dari mertua, orang tua dan lainnya,” ungkap Abdul Manaf.
Ketiga, usia yang belum matang atau belum mencapai 19 tahun baik dari laki-laki dan juga perempuan, namun tetap dilangsungkan pernikahan. “Tetap dinikahkan, karena ada hal yang sudah mendesak dengan adanya dispensasi dari Pengadilan Agama. Ini sangat rentan perceraian karena belum matang usianya,” tuturnya.
Menekan angka perceraian tersebut, lanjut Abdul Manaf, pihaknya sudah berupaya dengan melakukan mediasi. Hanya saja, mediasi dalam hal perceraian tidak terlalu efektif. Karena perceraian sudah menyangkut masalah hati.
“Mediasi bukan berarti tidak ada manfaatnya, tapi kecil kemungkinan keberhasilannya. Beda dengan perkara yang terkait materi, seperti harta bersama, warisan dan lainnya yang lebih besar peluang keberhasilan untuk mediasi,” ucapnya. (Fredy Janu/Kpfm)