Beberapa waktu lalu terjadi penangkapan terhadap seorang pria berinisial SP (41) usai melaksanakan salat Maghrib di Komplek Pesona Madani Balikpapan Selatan, Jumat (28/5) lalu. Pria tersebut ditangkap Densus 88 dari Mabes Polri karena diduga terlibat aksi terorisme pengeboman di Makassar, Sulsel tahun 2020 lalu.
Dari penangkapan tersebut, keluarga sempat kehilangan kontak dan tidak mengetahui keberadaan SP, kemudian melapor ke Tim Pengacara Muslim Balikpapan (PMB). Dari kasus tersebut, atas nama keluarga tersangka, Tim PMB mempersiapkan gugatan praperadilan terhadap Densus Anti Teror 88 Mabes Polri karena penangkapan tersebut.
DR H Abdul Rais SH MH selaku Ketua Tim PMB menyampaikan bahwa gugatan praperadilan sudah didaftarkan di Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan. "Gugatan praperadilan sudah kami daftarkan dan teregister di PN Balikpapan dengan Nomor 1/Pid.Pra/2021/PN Bpp oleh Kantor LBH Sinar Surya Pencerah Balikpapan selaku pemohon," kata Abdul Rais kepada Balikpapan Pos, Selasa (15/6).
Lebih lanjut Rais, bahwa istri tersangka SP yaitu Ika Rahmawati telah memberikan kuasa penuh gugatan praperadilan yang dilaksanakan Kantor LBH Sinar Surya Pencerah Balikpapan selaku pemohon, di mana pengacaranya Tim PMB.
"Di dalam UU tentang terorisme dan KUHP, diatur praperadilan bisa dilakukan tersangka atau orang terdekat tersangka yang dalam hal ini diwakili istrinya. Dan rencananya persidangan perdana akan dilakukan pada 5 Juli 2021," jelasnya kepada media ini.
Dia tambahkan, praperadilan tersebut dilakukan untuk menguji kinerja kepolisian secara normatif dalam penanganan terorisme yang berimbas pada penangkapan SP. "Dalam praperadilan, jika nanti gugatan kami ditolak hakim, maka masih bisa diajukan pada pokok perkara dalam persidangan selanjutnya, berdasarkan dengan putusan Mahkamah Konstitusi," imbuhnya.
Selanjutnya Isman selaku Kuasa Hukum dari Kantor LBH Sinar Surya Pencerah Balikpapan mengatakan, praperadilan disampaikan karena ada dua hal yaitu tentang bukti permulaan yang belum cukup dan tentang adanya prosedur penangkapan yang keliru.
"Upaya penangkapan dilakukan atas dasar bukti permulaan yang cukup, nah dari dokumen penangkapan dan penahanan, surat perintah penyidikan ternyata ada kejanggalan, sehingga perlu diuji aspek formil dan materiil bukti permulaan yang cukup itu sebenarnya apa," beber Isman di tempat yang sama.
Isman juga mengatakan apa yang disampaikan pihak kepolisian bahwa tersangka SP yang dianggap bersembunyi di Balikpapan juga terlibat dalam aksi pengeboman Gereja Katedral Makassar hal tersebut tidak benar. "Tidak benar SP bersembunyi di Balikpapan usai kejadian pengeboman di Gereja Katedral Makassar. Karena sejak 2017 dia ada di Balikpapan, dan kita ada bukti-buktinya," jelasnya.
Pihaknya akan menyampaikan pembelaan dalam persidangan nanti dan sudah menyiapkan dua orang saksi, adapun keterangan ahli tergantung pada jalannya persidangan yang akan dilakukan. Ika Rahmawati, isteri tersangka SP mengatakan, dirinya sempat kebingungan mencari suaminya setelah penangkapan yang dilakukan oleh Densus 88. Dan mencari informasi hingga ke Jakarta. Dan ternyata suaminya berada di Polda Kaltim. "Tanggal 9 Juli kemarin, saya sempat bertemu di Balikpapan, saya dan anak-anak disiapkan di sebuah ruangan dan bertemu dengan suami saya. Saya tanyakan apakah benar terlibat aksi pengeboman di Gereja Katedral Makassar, ia menjawab sama sekali tidak terlibat," kata Ika.
Ika dan suaminya SP sempat bertemu selama kurang lebih 30 menit di Mapolda Kaltim dan juga dalam pengawasan kamera. Rencana SP akan menjalani pemeriksaan lebih lanjut di Jakarta. "Informasinya suami saya dalam 4 bulan ini akan menjalani penahanan kepolisian untuk pemeriksaan, kemudian akan dilakukan persidangan hingga vonis pengadilan nantinya,"pungkasnya. (bp3/ono)