Kasus dugaan pemalsuan surat hasil test PCR (polymerase chain reaction) Covid-19 berhasil diungkap jajaran Polresta Balikpapan. Pada perkara itu, sebanyak tiga orang pelaku diamankan. Mereka masing-masing berinisial PR (32), AY (48), dan seorang perempuan DI (30).
Pengungkapan kasus terjadi pada Minggu, 1 Agustus 2021. Bermula saat petugas Bandara SAMS Sepinggan Balikpapan melakukan pemeriksaan terhadap calon penumpang yang hendak memasuki pesawat. Hasilnya, ditemukan surat test PCR Covid-19 palsu yang dipegang oleh calon penumpang untuk keperluan keberangkatan.
“Kita mengungkap kasus pemalsuan surat PCR untuk perjalanan udara, berkat laporan petugas Bandara dan Satgas Covid-19 di Bandara. Ada tiga orang jadi tersangka,” kata Kapolresta Balikpapan Kombes Pol Turmudi saat pers rilis, Selasa (3/8). Para tersangka, lanjut Turmudi, masing-masing memiliki peran. Dua di antaranya PR dan DI merupakan oknum karyawan salah satu klinik test PCR. Sementara satu lagi AY berperan sebagai perantara atau calo.
“Cara kerjanya, mereka ini jaringan. Ada salah satu orang yang mau berangkat ke luar Kota Balikpapan, kemudian meminta temannya untuk mengurus PCR. Ternyata temannya yang ngurus ini melalui calo, dia mencari klinik yang bisa membuat surat tanpa mengikuti prosedur. Jadi surat keluar tanpa ada test,” jelasnya.
Hasil pemeriksaan sementara, diketahui jika para pelaku sudah beraksi selama satu bulan belakangan. Sejauh ini kurang lebih sudah ada 40 lembar surat palsu yang berhasil dikeluarkan. “Untuk biayanya sebesar Rp 900 ribu. Dari harga itu, calonya mendapat Rp 250 ribu, sisanya untuk pembuat surat palsu itu,” ungkap Turmudi.
Kepolisian masih terus mendalami kasus ini, termasuk akan melakukan pemeriksaan terhadap pemilik klinik. “Kita dalami, karena klinik itu bukan salah satu yang ditunjuk oleh pemerintah untuk melakukan pelayanan PCR penerbangan,” ucapnya. Kini ketiga pelaku mendekam di balik jeruji tahanan Mapolresta Balikpapan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Ketiganya dijerat dengan Pasal 9 ayat (1) dan atau Pasal 263 KHUP, 268 KUHP, dan Pasal 93 UU RI No 6 tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan dengan ancaman kurungan paling lama enam tahun. (Fredy Janu/Kpfm)