Angka perceraian di Kabupaten Paser ternyata cukup tinggi sehingga perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah daerah. Mayoritas penyebab perceraian adalah faktor ekonomi serta kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Meningkatnya angka perceraian ini dibenarkan Wakil Ketua Pengadilan Agama, Kabupaten Paser, Fitriah Aziz, SH.
“Kami melihat dari angka perceraiannya meningkat yang mayoritas akibat faktor ekonomi, faktor pihak ketiga serta adanya kekerasan dalam rumah tangga yang dilakuan oleh,” kata Fitriah Aziz kepada Paser Pos, Senin (30/1).
Fitriah menjelaskan, kasus perceraian di Paser pada tahun 2022 mencapai 1001 perkara yang mayoritas lantaran faktor ekonomi, adanya kekerasan dalam rumah tangga, faktor orang ketiga dan pernikahan dini.
Dari total perkara perceraian tersebut diantaranya ada cerai talak yang diajukan suami dan cerai gugat yang diajukan istri.
“Untuk rata-ratanya lebih banyak cerai gugat dibanding cerai talak sepanjang tahun 2022,” kata Fitriah.
Bahkan diawal tahun 2023 saat ini sudah mencapai 100 lebih penggugat cerai yang didominasi oleh cerai gugat. Namun ia menepis naiknya angka perceraian disebabkan oleh akses yang mudah menggugat cerai serta dapat mendaftar melalui rumah atau online.
“Saat ini pendaftar lebih mudah bisa lewat dari rumah, tapi bukan berarti perceraian itu dipermudah karena keputusan majelis hakim melihat fakta dan bukti, kemudian juga karena faktor kesadaran masyarakat terhadap kejelasan status secara hukum” terangnya.
Selain faktor ekonomi, kata Fitriah, angka perceraian disebabkan karena pernikahan dini.
“Pernikahan dini mayoritas siswa SMP menyusul SMA dan murid SD akibat hamil diluar nikah,”pungkasnya.(ran/vie)